Laman

Jumat, 24 Juni 2011

The Other Side of Arjuno



Meninggalkan kepenatan di kota untuk sekejap saja menghirup udara segar.Kami sudah berada di Desa Tambaksari—tempat kami memuali start—sejak malam harinya,kami berempat bermalam di sebuah masjid,mencoba merebahkan badan ini di halaman masjid,dingin menjalari tubuh kami melalui ujung-ujung jari kaki dan tangan kami yang tanpa dibalut selimut,jangankan selimut,kaos kakipun kami tak bawa.Badan ini hanya ditutupi dengn jaket tebal ala kadarnya,namun dingin di kaki ini amat mengganggu istirahat kami.

Keesokan harinya kami diberangkatkan pukul 06.00 tepat untuk memulai start,bersama hingar-bingar ratusan wajah yang tak tau akan ada apa disepanjang perjalanan nanti.Melalui jalanan setapak berbatu,pohon bambu yang besar dan menjulang tinggi seolah menyoraki kami dari sisi kiri dan kanan,suara gesekan batu dan sepatu para peserta seolah bersahut-sahutan bersama celotehan puluhan mulut yang masing-masing mengeluarkan kata-katanya.Sangat Ramai.Menyapa setiap orang yang lewat dari arah yang berlawanan,mereka melakukan kesehariannya,bersama kerbau dan sapinya,entah apa yang ada dibenak mereka dengan datangnya ratusan orang asing ini di desa mereka.

Perjalanan terus berlanjut,kini mulai tercipta kehangatan sesama peserta,bercerita,bertukar pengalaman,berdendang,seolah keluarga besar.Berasal dari berbagai daerah Gresik,Madiun,Surabaya Pasuruan,Malang,Mojokerto dan Kediri.Kami berjalan menyusuri bukit,lembah,sugai kering,hutan jati,hutan pinus,kebun kopi,teh dan tebu,menghampiri setiap pos yang telah ditentukan untuk mencatatkan waktu tempuh perjalanan kami.Di ujung mata kami memandang, berdiri tegak Gunung Arjuno yang seolah mencibir perjalanan kami,menyombongkan diri dengan congkaknya,menganggap kami tak akan mencapai puncaknya,dalam hati kami berkata “bukan kau tujuan kami…”.Sinar matahari yang cerah menembus dedaunan pada pohon –pohon,membentuk bayangan indah bak sorot lampu yang terang,cukup menghangatkan dan menyebabkan kami berkeringat,sangat berbeda dengan keadaan kami tadi malam.Kini,kami melanjutkan perjalanan tanpa balutan kain tebal.Merasakan hembusan angin,ingin rasanya berhenti sejenak, bergoyang bersama alunan dedaunan,namun kami harus melanjutkan perjalanan. Beristirahat bersama peserta lain,saling menolong,senyum dan menyapa,berbagi walaupun dengan seteguk air,memperhatikan  setiap peserta dan terpaku pada penampilan yang tak lazim.Tentu kami tak lupa mengabadikan momen-momen itu.

Batu-batu kecil sepanjang jalan ini telah mulai banyak menggores kaki dan tumit kami –karena memang tak bersepatu—demikian juga pasir yang berebut menempel di kaki kami bersama basahnya air embun yang membasahi  kaki.Namun rasa perih di kaki tak terasa karena nyamannya suasana saat itu.

Jalur lintas medan ini bukan jalur biasa,kami sengaja dilewatkan pada jalur yang penuh situs sejarah ini.Ya,memang terdapat setidaknya empat peninggalan bersejarah yang kami lewati,Mulai dari Gua Jepang,bekas tempat penimbunn pasokan senjata pada masa penjajahan Jepang,Tumpukan batu purbakala dan batu besar bekas tempat pemujaan.Eksotis.

Artikel Adithlib UL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar